Awal tahun 2023 menjadi titik mula perasaan yang tak kusangka akan tumbuh begitu dalam. Di satu kampus, bahkan satu jurusan, aku mengenalnya. Awalnya biasa saja, sebatas tahu nama dan wajah. Tapi semakin sering kami berbagi cerita, tentang tugas kuliah, dosen menyebalkan, atau hal-hal remeh yang tak penting tapi menyenangkan, aku mulai merasa ada yang berubah. Sesuatu dalam diriku mulai terisi.
Pendekatan kami tidak terburu-buru. Semuanya mengalir. Kami saling mengenal perlahan, mengisi ruang kosong satu sama lain, dan menumbuhkan kenyamanan yang tak mudah ditemukan. Aku merasa cocok, nyaman, hingga akhirnya keberanian itu muncul. Di bulan Mei 2024, aku menyatakan perasaanku. Dia tidak menolak. Dia menerima. Hari itu, seolah dunia sedang memelukku, aku sebahagia itu.
Rahasia yang Tak Pernah Dijelaskan
Namun, kebahagiaan itu tidak sepenuhnya utuh. Aku sadar, ada sesuatu yang ia sembunyikan. Sesuatu yang menyangkut keluarganya. Bukan karena dia tidak mencintaiku, tapi karena dia sedang berjuang melindungi sesuatu yang lebih besar dari sekadar hubungan kami. Ia tidak pernah menjelaskan secara detail, tapi aku tahu. Ada batas-batas yang ia jaga dengan hati-hati.
Sayangnya, aku tak sengaja melampaui batas itu. Karena terlalu bahagia, aku membagikan foto kami di media sosial. Sebuah hal yang menurutku wajar, tapi ternyata bagi dia… itu seperti kesalahan besar. Bukan karena dia malu, tapi karena dia merasa telah mengecewakan seseorang yang sangat ia hormati. Sejak saat itu, aku mulai kehilangan dirinya. Sedikit demi sedikit, dia menjauh, dan aku hanya bisa menonton dari kejauhan.
Saat Aku Berpura-Pura Baik-Baik Saja
Aku tidak siap kehilangan dia. Tapi daripada terlihat lemah, aku memilih untuk bermain sandiwara. Mendekati orang lain, seolah sudah move on, padahal tidak. Aku hanya ingin dia melihatku dan berpikir aku sudah sembuh. Namun, makin aku berpura-pura, makin sesak rasanya. Tak ada yang bisa menggantikan tempatnya. Tak ada tawa lain yang bisa menyamai hangatnya obrolan bersamanya.
Setiap usaha melupakan justru mengingatkanku akan betapa berharganya dia. Hingga kini, meski kami tak lagi dekat, aku masih menyimpan perasaan yang sama. Aku masih cinta. Masih sayang, meski hanya bisa kusimpan sendiri.
Rindu yang Diam-Diam Hidup
Lucunya, aku tetap bahagia setiap kali melihat dia tersenyum. Senyumnya… seolah dunia sedang bilang, "Tenang, dia masih baik-baik saja." Meskipun wajahku sering tampak dingin, kadang terkesan membenci. Sebenarnya aku hanya rindu. Rindu yang terlalu dalam hingga tak bisa kutunjukkan secara biasa. Jadi aku diam. Aku menjauh. Padahal dalam hati ingin dekat.
Kini, meski aku bukan lagi alasan di balik senyumnya, aku tetap akan selalu mendoakan agar senyum itu tak pernah pudar dari wajahnya.
Jika Suatu Hari Ia Membaca Ini...
Kalau suatu hari dia membaca ini, aku ingin dia tahu: meskipun aku tampak baik-baik saja, sebenarnya aku belum benar-benar pergi. Hatiku masih tertinggal bersamanya. Dan meskipun aku bukan siapa-siapa lagi, rasa itu tetap ada. Diam-diam, tetap ada.