Aku mencoba menyukai seseorang. Bahkan beberapa kali.
Orang-orang yang baik.Yang tulus. Yang bahkan rela menunggu.
Tapi selalu saja... aku berhenti di tengah jalan, bukan karena mereka kurang baik. Tapi karena setiap kali perasaan itu mulai tumbuh,
aku juga mulai bertanya:
“Apa iya ada orang yang benar-benar mau mencintaiku dengan semua kekuranganku?”
Aku diam. Mundur. Menghilang.
Dan hanya meninggalkan luka—di hatiku, atau bahkan di hati mereka.
Aku Tak Pernah Merasa Cukup Baik
Aku tahu orang bilang, "Cintai dirimu dulu sebelum mencintai orang lain."
Tapi kenyataannya... mencintai diri sendiri adalah proses yang paling rumit.
Setiap kali ada yang mencoba mendekat, aku justru sibuk mencari alasan kenapa mereka seharusnya tidak tertarik padaku.
“Aku terlalu biasa.”
“Aku terlalu rusak.”
“Aku bukan orang yang pantas untuk dijaga.”
Kadang aku merasa seperti rumah yang belum selesai dibangun—belum layak untuk ditempati siapa pun.
Cinta Itu Indah, Tapi Tidak Selalu Bisa Kutrima
Mereka datang dengan niat baik.
Mengajak bicara. Membuka obrolan. Menawarkan kenyamanan.
Tapi aku seperti taman yang ditutup gerbangnya sendiri.
Bukan karena tidak ingin dihuni, tapi karena takut dihancurkan.
Karena aku tahu rasanya dikecewakan.
Dan lebih dari itu—aku takut mengecewakan mereka karena aku belum utuh.
Bukan Mereka yang Salah, Tapi Diriku yang Belum Sembuh
Aku menyadari satu hal:
Bahwa cinta bukan soal bisa atau tidaknya bersama, tapi tentang bagaimana kita mampu menerima.
Dan saat ini, aku masih belajar menerima diriku sendiri.
Luka-luka yang kubawa.
Trauma yang tak selesai.
Rasa minder yang muncul tanpa sebab.
Mereka tidak salah.
Aku hanya belum siap.
Mungkin Bukan Sekarang, Tapi Suatu Hari…
Aku tahu ada cinta yang layak untuk diperjuangkan.
Tapi untuk saat ini, aku harus belajar mencintai diriku dulu.
Mengobati apa yang belum sembuh.
Mengisi apa yang kosong.
Dan memeluk setiap bagian dari diriku yang pernah merasa tidak cukup.
Karena cinta seharusnya tumbuh dari dua orang yang saling memilih,
bukan dari seseorang yang berusaha menyayangi,
sementara satu pihak masih sibuk menyembunyikan luka.
Suatu hari nanti, ketika aku sudah bisa berdiri dengan utuh...
aku akan tahu: aku juga pantas dicintai. Tanpa perlu ragu. Tanpa merasa rendah.