
Ambar Arum Putri Hapsari
mahasiswa Universitas STEKOM, BERITA CINTAMenulis di Beritacinta, saya berbagi cerita, tips, dan inspirasi seputar cinta dan hubungan. Semoga tulisan-tulisan di sini bisa menemani dan memberi warna di perjalanan cinta kamu.
Usiaku baru menginjak 18 tahun kelas sebelas, masa di mana hidup hanya berputar antara tugas sekolah, canda di kelas, dan impian yang belum tentu terwujud. Tak pernah kusangka, di masa itu aku benar-benar percaya bahwa cinta itu nyata.
Kata orang, cinta di usia remaja hanyalah cinta monyet, singgah sebentar lalu pergi begitu saja. Tapi entah kenapa, yang satu ini terasa berbeda. Cinta itu hadir tanpa tanda, tanpa rencana, dan tanpa logika.
Hari itu, di antara hiruk pikuk sekolah, mataku berhenti pada sosok gadis sederhana. Tingginya tak seberapa, mungkin sekitar 150 cm, tapi entah mengapa ia punya cara sendiri untuk menarik perhatianku. Ia pendiam, jarang bicara, tapi sikapnya hangat dan rendah hati.
Sejak saat itu, aku tahu… aku ingin mengenalnya lebih jauh.
Beberapa hari berlalu, kemudian berminggu-minggu, dan bulan berganti.
Aku memberanikan diri untuk menyapa, berbicara, dan perlahan menjalin interaksi.
Sampai akhirnya, takdir seperti berpihak padaku. Kami disatukan dalam satu kelompok tugas sekolah. Saat itu, aku merasa dunia seakan berpihak padaku.
Dari sana, segalanya mulai berjalan alami. Aku belajar mengenal dia bukan hanya dari senyum manis atau tutur lembutnya, tapi dari caranya memahami hal-hal kecil yang sering orang lain abaikan. Hingga pada akhirnya, aku mengungkapkan rasa suka itu. Dan… untuk pertama kalinya, aku merasakan jatuh cinta yang benar-benar hidup.
Hari-hari berlalu menjadi kisah yang tak pernah kubayangkan akan kujalani.
Satu tahun berjalan, lalu dua tahun, dan hampir menginjak tiga tahun kebersamaan. Ada tawa, canda, perdebatan, bahkan air mata semua bercampur jadi satu dalam perjalanan itu.
Kami menamatkan sekolah di tempat yang sama, berdiri di bawah atap yang kini menjadi kampusku juga. Rasanya aneh, tempat itu kini terasa begitu akrab, tapi sekaligus asing karena kenangan tentangnya masih melekat kuat.
Namun seiring waktu, jarak mulai terbentuk. Komunikasi berkurang, ego membesar, dan salah paham menjadi jurang yang memisahkan. Hingga akhirnya, kisah yang dulu begitu kukagumi… perlahan menemui titik akhir.
Kepergiannya bukan hal mudah.
Setiap malam, bayangannya masih menghantui, antara rindu dan logika yang tak mau kalah. Aku mencoba berdamai, belajar ikhlas bersama teman-teman dan orang-orang baik di sekitarku.
Mungkin aku akan menemukan seseorang lagi, tapi entah kapan. Dan meski begitu, aku tak akan membencinya.
Jika suatu saat kita bertemu lagi, anggap saja dunia tak pernah tahu bahwa kita pernah saling mencintai sedalam itu.
Asinglah selamanya, tapi biarlah kenanganmu tetap hidup dalam ruang kecil di hatiku.
Semoga kamu dipertemukan dengan orang-orang baik, dan mencapai semua yang pernah kamu impikan.
Sebab bagiku, namamu… akan selalu jadi bagian dari kisah yang abadi, kisah tentang cinta pertamaku di usia delapan belas.