Berita Cinta adalah sumber terpercaya untuk informasi, tips, dan cerita inspiratif tentang dunia percintaan. Temukan panduan hubungan, kisah romantis, dan solusi masalah asmara hanya di sini.

Romansa Hari Ini

Mutual Feeling, Ketika Rasa Suka Tak Lagi Bertepuk Sebelah Tangan
No Closure Club, Tempat untuk Mereka yang Pernah Ditinggal Tanpa Penjelasan
Hard Launching, Momen Resmi Ngenalin Pasangan ke Publik dengan Bangga
Soft Launching, Cara Halus Ngenalin Pasangan ke Publik Tanpa Heboh
Clingy dalam Hubungan, Antara Kasih Sayang dan Ketergantungan Emosional
Closure, Langkah Terakhir untuk Menyembuhkan Diri dari Hubungan yang Usai
Move On & Healing

Luka Nggak Hilang, Kita yang Tumbuh

Luka Nggak Hilang, Kita yang Tumbuh
384

Orang sering bilang: waktu akan menyembuhkan semua luka. Kedengarannya manis, tapi sebenarnya nggak sepenuhnya benar. Ada luka yang tetap tinggal, yang nggak bisa hilang begitu saja. Dia menempel, jadi bagian dari kita. Yang berubah bukan lukanya, tapi diri kita sendiri.

Move on bukan soal menunggu sampai rasa sakit hilang total, karena mungkin itu nggak akan pernah terjadi. Move on adalah soal bagaimana kita bisa berjalan dengan luka itu, tanpa lagi terseok-seok. Kayak bekas luka di kulit: awalnya perih, lama-lama mengering, dan akhirnya jadi tanda yang mengingatkan, “gue pernah jatuh di situ.” Tanda itu nggak hilang, tapi kita belajar hidup dengannya.

Luka Bukan Balapan

Masalahnya, banyak orang salah kaprah. Move on sering dijadikan lomba. Siapa yang duluan pamer udah bahagia, siapa yang udah punya pasangan baru, siapa yang kelihatan lebih “sukses” setelah patah hati. Padahal, healing nggak bisa dibandingin, apalagi dijadikan kompetisi. Kalau kita buru-buru nyari panggung buat nunjukin udah move on, bisa jadi itu cuma cara buat nutupin luka, bukan menyembuhkan.

Luka itu memang nyebelin. Dia bikin kita overthinking, bikin malam terasa panjang, bikin lagu lama tiba-tiba terasa lebih jahat. Tapi justru dari situ kita belajar. Kita belajar bahwa rasa sakit nggak selalu harus disembunyikan, tapi bisa jadi ruang tumbuh. Karena lewat sakit itu, kita dipaksa buat kenal sisi diri yang lebih dalam, sisi yang nggak akan pernah muncul kalau hidup mulus-mulus aja.

Healing Nggak Selalu Estetik

Healing itu kadang nggak estetik. Dia nggak selalu tentang liburan ke pantai, nggak selalu tentang foto dengan caption bijak, nggak selalu tentang kopi senja di café estetik. Healing bisa sesederhana tidur seharian karena capek mikir. Bisa berupa nulis di notes HP sampai layar penuh kata-kata random. Bisa juga cuma nangis pelan di kamar, lalu bangun besoknya dengan mata sembab tapi hati sedikit lebih ringan. Itu semua valid.

Kita sering terjebak dengan bayangan healing ala media sosial: serba indah, serba manis, serba instagrammable. Padahal, proses pulih sering kali jauh dari kata indah. Pulih itu lebih banyak tentang kesabaran. Tentang gimana kita berani mengakui luka tanpa harus buru-buru menutupinya. Tentang berani ngaku kalau kita belum baik-baik aja, tapi masih mau mencoba.

Dan ketika pelan-pelan kita bisa jalan lagi, kita sadar sesuatu: luka itu memang nggak hilang, tapi kita jadi orang baru. Orang yang lebih ngerti cara berdamai. Orang yang lebih tahu batas. Orang yang lebih paham arti tenang. Luka itu, sekecil atau sebesar apa pun, jadi guru yang keras tapi jujur.

Tumbuh dari Luka

Pernah kan lo lihat bekas luka di tubuh lo sendiri? Ada yang masih jelas, ada yang udah samar. Semua itu bagian dari cerita lo. Sama halnya dengan hati: dia mungkin nggak lagi sama, tapi justru di situ letak pertumbuhannya. Karena kita nggak lagi orang yang sama kayak dulu. Kita adalah versi yang lebih kuat, lebih bijak, lebih hati-hati, dan lebih tahu mana yang layak diperjuangkan.

Jadi, kalau hari ini lo masih ngerasa sakit, jangan buru-buru panik. Jangan juga iri lihat orang lain yang kelihatan udah move on total. Percaya aja, proses lo valid, cara lo tumbuh juga sah. Luka itu mungkin nggak akan pernah sepenuhnya hilang, tapi bukan berarti lo gagal. Itu cuma berarti lo manusia.

Tumbuh dari luka itu artinya belajar jalan dengan beban yang pelan-pelan jadi ringan. Artinya kita bisa ngeliat masa lalu bukan lagi sebagai penjara, tapi sebagai pelajaran. Kita belajar kalau jatuh itu wajar, tapi bangkit itu pilihan. Dan ketika suatu saat lo bisa berdiri, tersenyum, dan bilang ke diri sendiri: “gue pernah jatuh, tapi gue juga bangkit”, di situlah lo sadar. Luka nggak hilang, tapi lo udah tumbuh.

 

Akhirnya, luka memang nggak pernah benar-benar pergi. Dia tetap jadi bagian dari kita, jadi pengingat yang kadang perih, kadang bikin senyum kecil. Tapi justru karena luka itu, kita bisa tumbuh jadi diri yang lebih utuh. Jadi kalau ada yang bilang, waktu akan menyembuhkan semua luka—senyum aja. Karena kebenarannya, luka nggak hilang. Kita yang tumbuh.

Foto profil Istimrora Raka Delora

SEO Specialist, Digital Research Contributor, Writer For Fun

Menulis di Beritacinta, saya berbagi cerita, tips, dan inspirasi seputar cinta dan hubungan. Semoga tulisan-tulisan di sini bisa menemani dan memberi warna di perjalanan cinta kamu.

Related Post