Ketika Namamu Tak Lagi Disebut, Tapi Tak Pernah Lenyap
Ada yang telah lama pergi, namun tak benar-benar hilang. Namanya tak lagi terdengar di percakapan sehari-hari, namun berbisik pelan di antara bait-bait yang kutulis tengah malam.
Kehadiranmu barangkali telah sirna di dunia nyata, tak ada lagi jejak kaki, tak ada lagi suara tertawa. Tapi jiwamu menetap di lembar-lembar kosong yang kini kupenuhi dengan kata-kata tentangmu.
Kamu telah menjadi aksara, dan dengan itu, kamu menjadi abadi.
Tidak ada tubuh yang bisa kugenggam, tidak ada mata yang bisa kutatap. Tapi setiap kenangan yang pernah kau beri, menjelma huruf-huruf yang berlari, membentuk puisi yang tak pernah selesai.
Kehilangan yang Membuatku Menulis Tanpa Henti
Kepergianmu tak melahirkan kehampaan, justru melahirkan lautan kata.
Aku menulis bukan karena aku ingin dikenal sebagai penyair duka, tapi karena aku tak punya cara lain untuk merawat luka. Setiap kalimat adalah pelukan diam, setiap titik adalah tanda henti dari air mata yang nyaris jatuh.
Aku tidak menuliskanmu untuk mengembalikanmu, karena aku tahu, kamu tidak akan kembali.
Aku menulis karena kamu pernah menjadi bagian paling indah dalam hidupku.
Dan aku takut dunia lupa bahwa kamu pernah ada, bahwa kita pernah satu.
Karena Cinta Tak Pernah Mati, Hanya Berubah Bentuk
Cinta ini sudah tak lagi bersandar pada hadirmu yang nyata.
Ia sudah tidak menuntut balasan, tidak menunggu kepastian. Cinta ini sekarang tinggal dalam sunyi, hidup dari sisa-sisa rindu, dan tumbuh di antara celah-celah kehilangan.
Ia sudah matang.
Sudah tahu bahwa tidak semua yang dicintai akan tinggal, tapi semuanya pantas dikenang.
Kini, kamu tidak lagi bersamaku.
Tapi kamu hidup dalam puisi, dalam prosa, dalam surat-surat yang tak pernah kukirim.
Dan di sanalah kamu abadi, di antara baris-baris yang kubisikkan pelan dalam doa, dalam tulisan, dalam setiap narasi yang kutemui saat aku rindu.
Yang Pergi Tak Selalu Hilang
Barangkali, tubuhmu tak lagi hadir.
Barangkali, suaramu hanya gema samar yang tak bisa kupegang.
Tapi kamu tidak benar-benar tiada.
Selama masih ada satu orang yang mengingatmu, menuliskanmu, membacamu… kamu masih ada.
Abadi dalam rangkaian aksara, meskipun sirna dalam kehidupan.