Ada masa dalam hidupku di mana aku percaya bahwa cinta adalah tentang memberi segalanya. Aku rela menjadi siapa pun yang dia inginkan, hadir kapan pun dia butuh, bahkan menjadi versi terbaik diriku bukan untukku, tapi untuknya. Aku pikir, itu yang dinamakan cinta. Aku pikir, ketika aku cukup baik, cukup sabar, cukup mencintai... dia akan bertahan.
Nyatanya, tidak.
Semua pengorbanan, tawa palsu, dan air mata diam-diam yang kutelan malam-malam hanya jadi latar belakang kisah yang ternyata tidak pernah ditulis untuk kebersamaan. Aku dilupakan, ditinggalkan, seperti tidak pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Padahal aku sudah berusaha menjadi segalanya. Aku hadir di titik terendahnya, menjadi penenang di saat dia kecewa, dan menahan amarah saat dia mulai menjauh tanpa alasan.
Aku kehilangan diriku sendiri.
Aku lupa rasanya melakukan sesuatu untuk diriku. Semua energiku habis untuk membuat hubungan itu berhasil. Aku lelah, tapi saat itu aku takut kehilangan. Anehnya, yang aku pertahankan justru orang yang perlahan-lahan menarik diri. Yang tak pernah benar-benar tinggal, tapi juga tak pernah benar-benar pergi—sampai akhirnya dia memutuskan pergi, tanpa penjelasan yang cukup.
Dan di situlah aku hancur.
Hari-hari setelah kepergiannya menjadi kabut. Aku merasa setengah jiwaku hilang. Tapi perlahan, saat aku mulai diam dan memandang diriku di cermin, aku sadar… aku memang kehilangan sesuatu. Bukan dia tapi diriku sendiri. Aku lupa cara mencintai diriku. Aku lupa bahwa aku layak dicintai tanpa harus berubah jadi orang lain.
Luka itu menyakitkan, benar. Tapi luka yang sama juga mengajarkanku tentang batas. Tentang harga diri. Tentang mencintai dengan sehat. Aku mulai pelan-pelan membangun diriku kembali. Aku menulis, berjalan, tertawa lebih keras, dan lebih penting lagi, aku belajar berkata “tidak” pada apa pun yang menyakitiku, termasuk cinta yang semu.
Kini aku tak lagi mencari validasi dari siapa pun. Aku bahagia bukan karena ada yang mengisi, tapi karena aku berhasil mengisi ruang kosong dalam diriku sendiri.
Dulu aku pernah merasa hancur karena seseorang tak memilihku. Tapi hari ini, aku merasa utuh karena aku akhirnya memilih diriku sendiri.