Di era serba digital seperti sekarang, menjalin hubungan bisa semudah menyentuh layar. Tinggal swipe kanan, follow akun, atau kirim DM, dan boom—seseorang bisa langsung terasa dekat dalam hitungan hari. Tapi secepat itu juga, hubungan bisa retak, menghilang, bahkan tanpa penjelasan.
Kenapa fenomena ini begitu umum terjadi, terutama di kalangan Gen Z? Jawabannya tidak sesederhana "karena anak sekarang nggak serius". Mari kita kupas lebih dalam.
Kemudahan Akses = Kecepatan Koneksi
Dulu, untuk mengenal seseorang, kamu perlu waktu. Butuh obrolan tatap muka, butuh jalan bareng, bahkan momen-momen canggung di awal. Sekarang? Kamu bisa tahu makanan favorit, zodiac, playlist galau, dan siapa aja teman terdekatnya hanya dari Instagram dan TikTok.
Tapi kemudahan ini sering bikin ilusi: kita merasa kenal seseorang padahal belum tentu benar-benar mengenal. Akibatnya, rasa suka tumbuh terlalu cepat sebelum fondasi emosionalnya siap. Ketika realita nggak sesuai ekspektasi, rasa itu pun cepat pudar.
Takut Sepi, Bukan Karena Cinta
Banyak yang menjalin hubungan bukan karena cinta, tapi karena takut sendiri. Di timeline semua orang terlihat punya pasangan, ada gengsi sosial yang tak terlihat. Akhirnya, menjalin hubungan hanya untuk validasi atau mengisi kekosongan.
Sayangnya, hubungan yang dibangun dari ketakutan lebih rentan goyah. Begitu merasa tidak nyaman, mereka cenderung mundur tanpa pikir panjang. Ini sebabnya banyak yang cepat putus setelah beberapa minggu jadian.
Kurangnya Komitmen & Komunikasi
Komunikasi terbuka dan keinginan untuk bertahan ketika konflik muncul adalah kunci hubungan yang tahan lama. Tapi banyak hubungan sekarang lebih fokus pada kesenangan instan: chat tiap malam, kirim meme lucu, tapi enggan bicara soal masa depan atau batasan.
Jadi ketika masalah muncul, alih-alih menyelesaikan bersama, banyak yang memilih ghosting atau mencari pelarian baru. Karena “capek mikir”, lebih mudah kabur daripada menyelamatkan yang sudah ada.
Terlalu Banyak Pilihan di Era Digital
Dengan banyaknya aplikasi kencan dan media sosial, banyak dari kita tidak merasa perlu berusaha keras mempertahankan seseorang. Karena selalu ada kemungkinan "orang lain" yang lebih menarik, lebih nyambung, atau lebih cepat merespons.
Inilah efek dari paradox of choice: semakin banyak pilihan, semakin kita sulit untuk puas. Padahal dalam hubungan, kepuasan bukan soal kesempurnaan pasangan, tapi soal kesediaan menerima dan tumbuh bersama.
Butuh Cepat, Tapi Lupa Proses
Hubungan zaman sekarang memang cepat terbangun, tapi seringnya lupa proses membangun rasa yang sesungguhnya. Yang dibutuhkan bukan hanya chat setiap malam atau story berdua, tapi juga kesediaan untuk mengenal lebih dalam, komunikasi terbuka, dan komitmen jangka panjang.
Kalau kamu merasa sering terjebak di hubungan yang cepat dekat tapi cepat hilang, coba tanya ke diri sendiri: kamu benar-benar jatuh cinta, atau cuma takut sendiri?