Cinta itu bikin buta. Kata orang, kalau udah jatuh hati, yang merah pun bisa kelihatan putih. Masalahnya, dari sudut pandang psikolog, justru di fase awal inilah banyak orang “kecolongan” melihat tanda bahaya, alias red flag yang akhirnya bikin hati remuk di ujung cerita.
Dr. Albert Bernstein, psikolog klinis, pernah bilang bahwa hubungan yang sehat nggak pernah bikin kamu merasa cemas setiap hari. Kalau kamu mulai sering overthinking, merasa nggak cukup, atau bahkan takut salah langkah di depan pasangan… itu bukan cinta, itu tanda bahaya.
1. Dia Selalu Benar, Kamu Selalu Salah
Awalnya mungkin kamu pikir dia “tegas” atau “punya prinsip”. Tapi kalau setiap diskusi ujung-ujungnya bikin kamu yang harus minta maaf, padahal jelas-jelas kamu nggak salah, itu tanda dominasi. Menurut psikolog hubungan, ini bentuk kontrol halus yang bisa bikin kamu kehilangan rasa percaya diri tanpa sadar.
2. Janjinya Manis, Tindakannya Pahit
Dia sering bilang, “Aku akan berubah kok,” atau “Aku janji nggak akan ngelakuin itu lagi.” Tapi kenyataannya, perilaku buruknya terulang lagi dan lagi. Kata psikolog Dr. Ramani Durvasula, orang seperti ini bukan nggak tahu salahnya di mana, tapi memang nggak ada niat berubah. Kamu cuma dikasih harapan palsu.
3. Perasaanmu Diremehkan
Pernah curhat, lalu dibalas dengan, “Ah, kamu lebay banget,” atau “Gitu aja baper”? Itu bukan candaan. Itu gaslighting, strategi manipulasi yang bikin kamu ragu sama perasaan sendiri. Dari kacamata psikolog, ini tanda hubungan mulai nggak sehat dan bisa berkembang jadi toxic.
4. Selalu Ada “Orang Ketiga” yang Nggak Jelas
Nggak selalu berarti selingkuh. Tapi kalau dia selalu punya satu orang lawan jenis yang “deket banget” dan kamu sering dibuat insecure, itu red flag. Psikolog menyebutnya sebagai boundary issue, batasan hubungan yang dilanggar, entah sengaja atau nggak.
Cinta yang sehat nggak bikin kamu harus jadi detektif 24/7, nggak bikin kamu takut ngomong, dan nggak bikin kamu mempertanyakan nilai dirimu sendiri. Jadi, kalau semua tanda ini udah kamu rasain, berhenti meyakinkan diri bahwa “dia akan berubah” atau “aku terlalu sensitif”.
Kadang, menyelamatkan hati berarti berani keluar sebelum terlambat.