Cinta Tak Harus Dimiliki, Kadang Cukup Dijaga Diam-Diam
Ada rasa yang tak pernah selesai dijelaskan. Bukan karena tak punya waktu, tapi karena tahu… akhir ceritanya akan menyakitkan. Begitulah rasanya ketika mencintai seseorang yang menganggapmu hanya sebatas sahabat, padahal kamu sudah menganggapnya segalanya.
Hubungan ini hangat. Kita tertawa bersama, saling bercerita, bahkan saling menggenggam bahu di saat sedih. Tapi semua itu hanya berlaku di matamu sebagai sahabat. Sedangkan aku? Aku menyimpan rasa lebih dalam setiap pelukanmu, dalam setiap tawa yang kamu bagi, dan dalam setiap cerita yang kamu tuturkan padaku tanpa beban.
Dilema Antara Mengungkap atau Menjaga yang Sudah Ada
Pernah aku berpikir, “Apa jadinya kalau aku bilang bahwa aku mencintaimu?” Tapi logika segera menampar, “Kalau kamu bilang, hubungan kalian bisa retak. Sahabat pun bisa hilang.” Maka aku diam. Aku memilih tetap di sisimu tanpa pernah menyatakan.
Rasanya aneh, mencintai seseorang yang justru datang padamu untuk cerita tentang orang lain. Kamu menyebut nama-nama yang bukan aku. Kamu tersenyum sambil membahas gebetanmu, dan aku, berpura-pura kuat, tersenyum juga. Walau dalam hati, rasanya seperti ditusuk ribuan jarum yang tajamnya tak kasatmata.
Aku Tak Marah, Tapi Aku Lelah Menyembunyikan Semua Ini
Aku tak menyalahkanmu. Kamu tidak pernah salah karena tidak mencintaiku. Tapi aku juga tidak bisa memaksa diriku untuk tidak merasa. Aku tetap bertahan karena takut kehilanganmu. Karena bagiku, menyakitkan memang, tapi lebih menyakitkan jika harus kehilangan semua ini.
Tapi lama-lama, rasa ini menjadi beban yang kutanggung sendiri. Cinta yang tak terbalas itu berat. Apalagi ketika orang yang kamu cintai malah bercerita soal orang lain. Aku lelah berpura-pura. Tapi aku juga belum cukup berani untuk pergi.
Mencintai Dalam Diam Adalah Bentuk Tersulit dari Kesetiaan
Kini aku belajar: mencintai tak selalu berarti memiliki. Kadang, mencintai hanya berarti mendoakan dari jauh, menjaga tanpa harus menggenggam, dan tetap tinggal tanpa berharap digenggam balik. Aku akan tetap di sini, mungkin suatu saat perasaanku akan reda.
Atau mungkin, aku akan pergi. Bukan karena aku menyerah mencintaimu, tapi karena aku ingin mencintai diriku sendiri yang sudah terlalu lama bersembunyi di balik bayang-bayang persahabatan ini.
Dan Jika Kamu Membaca Ini…
Jika suatu hari kamu menemukan tulisan ini, dan kamu menyadari bahwa kamu adalah tokohnya, aku ingin kamu tahu satu hal: aku bahagia pernah menjadi bagian hidupmu. Aku bangga bisa mengenalmu, bahkan jika akhirnya kamu tak pernah mencintaiku. Terima kasih sudah hadir, bahkan jika hanya sebagai sahabat.