Kisah ini berawal dari sesuatu yang konyol, frontal, dan penuh keberanian. Aku jatuh hati pada adik kelasku sendiri. Waktu itu dia baru gabung organisasi sekolah. Entah apa yang merasukiku, baru beberapa hari kenal, aku langsung nembak dia.
dan aku Ditolak.
Tapi ya… aku gak nyerah. Aku terus deketin dia. Rayuan, perhatian, dan semua cara aku coba. Hasilnya? Tetap ditolak, tapi aku masih bertahan di situ. Cinta bisa sebodoh itu, kan?
Sampai suatu waktu, aku ikut camp bareng teman sekelasku ada cowok di dalam rombongan itu. Dia cemburu. Dan dari situ aku tahu, dia ternyata menyimpan rasa.
Beberapa hari setelah kejadian itu, dia nembak aku. Tahun 2021.
Lucu, ajaib, dan bikin jantung campur aduk.
Cerita Kami
Hubungan kami? Gak kayak pasangan romantis di film-film. Kami kayak Tom and Jerry, sering usil, suka becanda, tapi gak pernah benar-benar marah.
Aku tau banyak tentang kesukaannya, terutama makanan dia sangat picky eater
Dia cuma suka nasi, telur, sosis. Dan dia malah bertemu sama Aku yang suka eksperimen masakan, dan yap dia makan semua yang aku buat.
Kami ke mana-mana bareng, dia dekat dengan keluargaku, bahkan orang tuaku percaya penuh padanya.
Bukan Sekadar Pacar, Tapi Orang yang Mengubah Hidupku
Lebih dari sekadar pacar, dia adalah penyelamat hidupku.
Di tengah kekacauan masalah keluarga, dia datang membawa tawa, ilmu, dan semangat baru.
Dia ajarkan aku banyak hal—tentang IT, game, logika, dan cara berpikir dewasa yang masih kupakai sampai sekarang. Tanpa sadar, dia membentuk versi terbaik dari diriku.
Ketika Komentar Orangtua Mengubah Segalanya
Tapi seperti banyak cerita cinta lainnya, indah itu tak selalu abadi.
Suatu hari aku berkunjung ke rumahnya. Mamanya bilang—dengan suara yang sengaja dikeraskan—“Masa masih pacaran ke mana-mana bareng? Udah kayak suami istri aja.”
Sepele? Mungkin. Tapi hatiku remuk. Ada rasa bersalah yang gak bisa kutolak.
Sejak hari itu aku berubah.
Diam, menjauh, takut akan diriku sendiri.
Aku yang Menyakiti, Tapi Aku Juga Tersakiti
Dia berusaha meyakinkan mamanya, dia meyakinkan bahwa aku adalah orang baik
Dia, membantah mamanya demi membela akuu. . .
Alih-alih bicara, aku justru cari cara biar dia benci aku. Aku mulai mendekati orang baru—padahal hati ini belum rela pergi.
Dia tahu dengan apa yang aku lakukan, dan saat itu dia bilang:
“Apa yang mbak lakukan ke aku malah jadi pedang bermata dua. Selain menyakiti aku, mbak juga menyakiti diri sendiri.”
Sakit? tentu saja, tapi aku malu
Aku tau dia lebih merasakan sakit, kalimat itu berdenging di telingaku sampai sekarang
Kami resmi berakhir di akhir tahun 2022.
Aku butuh waktu dua tahun—dua tahun penuh tangis, rasa bersalah, dan penyesalan—untuk benar-benar ikhlas. Aku selalu meminta maaf dan ingin memperbaiki semua tapi menolak dan berkata “Tetaplah berjalan mbak, jangan terpaku sama aku”, sakit sekali rasanya
Tahun 2024 jadi saksi saat aku akhirnya belajar melepaskan.
Sekarang? Kami masih berteman.
Lucu ya… kadang orang yang paling kamu cintai, bukan jodohmu. Tapi mereka tetap jadi bagian terbaik dari hidupmu.
Untuk kamu—maaf karena dulu aku terlalu memaksamu hadir. Dan terima kasih… karena sempat memilih bertahan.