Semua Berawal dari Pinjam Pulpen
Kadang, cinta kantor nggak perlu plot rumit. Cukup:
“Eh, pinjem pulpennya dong...”
“Sorry, boleh minta file-nya?”
Dan... JLEB!, hatimu terseret ke ruang rapat tanpa aba-aba.
Kamu mulai mikir, “Kenapa ya, pas dia ngomong, suaranya kayak ada efek echo romantis?”
Padahal ruangan lagi bising karena printer error.
Modus Level Kantor: Kirim Email, Tapi Nggak Penting
Modus kirim email berisi:
“Maaf mau tanya, itu format laporan pakai font apa ya?”
Padahal kamu udah tahu jawabannya. Tapi demi bisa dapat balasan chat, segala pertanyaan diada-adain.
Level selanjutnya:
Kirim stiker lucu di chat grup kantor, tapi cuma berharap dia yang reply duluan.
Jatuh Cinta Diam-Diam Sambil Ngetik Laporan
Rasanya kayak:
Matamu ke layar Excel
Hatimu ke arah meja dia
Tanganmu ngetik laporan
Tapi pikiranmu ngetik nama dia
Lalu, muncul momen sakral:
Dia jalan ke pantry... kamu langsung ikut dengan alasan refill kopi.
Kopi nggak nambah. Tapi deg-degan iya.
Suka Sekantor Tapi Takut Ketahuan
Dilema utama:
Suka → iya
Mau confess → takut
Mau keep sendiri → nyiksa
Mau minta saran HRD → out of the question
Apalagi kalau dia senior dan kamu anak baru.
Tiap dia ngomong di forum Zoom, kamu pura-pura fokus, padahal hati udah kayak konser dangdut.
Tapi Cinta Kantor Itu Risiko Tinggi
Kata orang, cinta di kantor itu ibarat:
“Main petasan di gudang gas.”
Salah langkah dikit, gosip menyebar.
Besoknya kamu masuk kantor udah disambut:
“Ih, itu tuh, si A yang suka si B, kemarin katanya ngasih gorengan!”
Lah padahal niatnya cuma bagi camilan.
Kalau Cinta di Kantor Nggak Berbalas, Ya Minimal Dapat Wifi Kantor
Entah cinta itu berbalas atau tidak, satu hal yang pasti:
Gaji tetap masuk tiap bulan. Tapi cinta? Belum tentu.
Jadi, selama kamu masih bisa ngetik sambil nyuri pandang dan gak ketahuan bos—lanjutkan perjuangan.
Kalau gagal, minimal kamu tetap jadi karyawan teladan. Karyawan yang diam-diam suka rekan kerja.