Dalam dunia percintaan ala Gen Z, ada fase unik bernama temen rasa pacar.
Fase di mana kamu dan dia saling support, tiap hari chat, saling kasih perhatian kecil yang bikin hati berdebar. Tapi begitu kamu berani confess, eh, ternyata dia bilang, “Aku anggap kamu temen, kok.” Rasanya? Seperti makan bakso tanpa kuah, kosong dan bikin seret.
Drama Manis yang Bikin Ketawa (dan Nangis Tipis)
Awalnya indah, kamu selalu jadi “pihak pertama” yang dia chat kalau ada kabar gembira maupun sedih. Kamu diajak cerita tentang kerjaan, kampus, bahkan sampai drama keluarganya. Dalam hatimu, “Wah, ini udah mirip pacaran.”
Kalian jalan bareng, nonton, bahkan udah punya inside joke yang bikin orang lain sirik. Keduanya sering update status dengan kode-kode manis yang netizen kira kalian udah resmi jadian.Tapi… kenyataan kadang emang lebih absurd daripada drama Korea.
Saat kamu memberanikan diri bilang, “Aku suka kamu,” dia malah jawab, “Hehe, kamu tuh sahabat terbaik aku.” Plot twist lebih kejam daripada ending sinetron.
Antara Lucu, Sakit, dan Realita
Lucunya, setelah ditolak dengan dalih “anggap temen,” hubungan biasanya jadi awkward. Yang tadinya tiap malam ngobrol panjang, mendadak cuma balas “wkwk” atau read doang. Padahal kamu udah invest waktu, tenaga, bahkan kuota untuk selalu ada buat dia.
Di titik ini, kamu belajar bahwa:
- Sering support dan sayang-sayangan itu belum tentu green flag buat jadi pacar.
- Kadang orang cuma butuh teman nyaman, bukan pasangan.
- Jangan alah sangka sama ucapan “makasih ya kamu selalu ada.” Itu bisa jadi sekadar basa-basi manis.
Jadi, Apa yang Bisa Kita Ambil?
Walau ending-nya pedih, hubungan model begini justru ngajarin kita tentang batas ekspektasi. Kamu boleh sayang, boleh support, tapi jangan buru-buru menganggap itu pasti cinta yang sama.
Anggap saja pengalaman ini jadi latihan mental sebelum bertemu orang yang benar-benar serius. Ingat, kalau kali ini dia cuma “anggap temen,” siapa tahu di lain waktu ada yang bakal bilang, “Aku anggap kamu rumah.”