
Menulis di Beritacinta, saya berbagi cerita, tips, dan inspirasi seputar cinta dan hubungan. Semoga tulisan-tulisan di sini bisa menemani dan memberi warna di perjalanan cinta kamu.
Istilah second lead syndrome ialah perasaan suka atau jatuh cinta pada “tokoh kedua” dalam sebuah cerita, baik itu drama maupun kehidupan nyata, yang sayangnya tidak pernah dipilih oleh tokoh utama. Dalam drama Korea misalnya, karakter ini biasanya digambarkan sebagai sosok yang perhatian, sabar, dan selalu ada, tapi tetap kalah dari tokoh utama yang lebih menonjol. Fenomena ini bukan hanya terjadi di layar kaca, tetapi juga sering dirasakan oleh orang-orang dalam kehidupan sehari-hari.
Kita mungkin pernah berada dalam posisi menjadi “tokoh kedua” itu, yang selalu mendukung seseorang tanpa pernah benar-benar mendapat balasan perasaan yang sama. Di sinilah second lead syndrome menjadi cerminan realitas tentang cinta yang tak selalu adil.
Ada alasan mengapa banyak orang lebih menyukai tokoh kedua dibanding tokoh utama. Biasanya karena karakter mereka lebih tulus, hangat, dan rasional. Mereka sering menjadi simbol cinta yang sabar dan penuh pengorbanan. Hal inilah yang membuat penonton merasa simpati dan berharap tokoh kedua bisa bahagia, meskipun akhirnya tidak dipilih.
Dalam dunia nyata, second lead syndrome bisa terjadi saat seseorang jatuh cinta pada orang yang sudah punya pasangan, atau pada orang yang hanya menganggapnya teman. Rasanya menyakitkan, karena meskipun kita sudah memberikan yang terbaik, hasilnya tetap tidak sesuai harapan.
Meskipun terdengar menyedihkan, second lead syndrome mengajarkan banyak hal tentang cinta. Ia mengingatkan bahwa tidak semua rasa perlu dimiliki, dan bahwa mencintai tanpa harus memiliki juga bisa menjadi bentuk kasih yang paling tulus. Kadang, menjadi “tokoh kedua” justru memperlihatkan kedewasaan dalam mencintai.
Daripada terus larut dalam rasa kecewa, lebih baik belajar menerima kenyataan dengan hati yang terbuka. Karena pada akhirnya, setiap orang pantas mendapatkan cinta yang memilihnya tanpa ragu.
Dalam hidup, mungkin kita pernah menjadi tokoh kedua di cerita seseorang, tapi bukan berarti kita akan selalu seperti itu. Bisa jadi, di cerita lain, kitalah tokoh utama yang akhirnya mendapat akhir bahagia yang pantas.