Ada hal yang paling menyakitkan dalam cinta bukan ditolak, bukan dikhianati, melainkan ditinggalkan tepat saat hati mulai benar-benar jatuh cinta.
Awalnya aku tidak pernah menganggapnya lebih dari sekadar teman biasa. Kehadirannya terasa seperti angin lalu nyaman, tapi tidak pernah terlalu kupikirkan.

Namun, waktu berjalan, dan perlahan aku mulai sadar bahwa ada sesuatu yang berbeda. Senyumnya jadi hal yang kutunggu, suaranya bisa menenangkan, dan caranya hadir membuat hari-hariku terasa lebih ringan. Rasa itu tumbuh diam-diam, tanpa aku sadari. Hingga pada akhirnya, aku jatuh terlalu dalam.

Sayangnya, perasaan itu datang terlambat. Saat aku mulai berani mengaku pada diriku sendiri bahwa aku mencintainya, dia memilih pergi. Tanpa banyak alasan, tanpa sempat kutanyakan. Dia pergi meninggalkan ruang kosong yang sebelumnya baru saja terisi. Rasanya seperti ditinggalkan dalam gelap setelah melihat cahaya.

Belajar dari Kehilangan

Kehilangan ini mengajarkanku satu hal penting tidak semua orang yang datang akan menetap, meski hati sudah siap memberikan tempat terbaik untuknya. Ada orang yang hadir hanya untuk mengajarkan kita apa itu arti cinta, lalu pergi tanpa sempat kita genggam.

Aku belajar bahwa mengungkapkan perasaan lebih baik daripada menyimpannya terlalu lama. Sebab, siapa tahu besok sudah terlambat. Dan aku juga belajar, bahwa cinta sejati bukan hanya soal memiliki, tetapi juga soal berani melepas. Ikhlas bukan berarti tidak mencintai, tapi menerima bahwa mungkin kebahagiaan dia memang bukan bersamaku.

Kini, setiap kali mengingatnya, aku hanya bisa mengucap terima kasih dalam hati. Terima kasih karena pernah hadir, pernah membuatku merasa hidup, dan pernah mengajarkanku arti kehilangan. Meski dia pergi pada saat aku mulai mencintainya, kisah ini akan selalu kuingat sebagai bagian dari perjalanan yang membentukku hari ini.